YKL Indonesia dan Warga Donggala Pulihkan 25 Hektare Lahan Mangrove
3 min read
Aerial foto. Lokasi rehabilitasi mangrove oleh YKL bersama sejumlah organisasi dan warga di Pantai Baturuko, Desa Lalombi, Donggala. (Foto: YKL Indonesia)
Majesty.co.id, Donggala – Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia bersama Yayasan Bonebula meluncurkan kegiatan rehabilitasi mangrove berbasis inisiatif lokal di enam desa pesisir Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
Rehabilitasi ini digelar dalam rangka memperingati Hari Mangrove se-dunia 2025. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Pantai Baturuko, Desa Lalombi, Donggala, Minggu (27/7/2025).
Rehabilitasi mangrove ini merupakan bagian dari Program SOLUSI (Solusi Pengelolaan Lanskap Darat dan Laut Terpadu di Indonesia), yang didukung oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI).
KEHATI merupakan salah satu anggota konsorsium SOLUSI, sebuah kemitraan strategis antara Pemerintah Indonesia (Bappenas) dan Pemerintah Jerman melalui Inisiatif Iklim Internasional (IKI).
Program ini bertujuan menangani degradasi lahan dan bentang laut dengan pendekatan ekosistem terintegrasi.
Selain itu, memperkuat ketahanan lingkungan dan mata pencaharian masyarakat pesisir yang beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Restorasi Mangrove: Bukan Sekadar Menanam
Direktur Eksekutif Yayasan Bonebula, Andi Anwar, menjelaskan bahwa rehabilitasi mangrove bukan hanya soal penanaman pohon, tetapi menyangkut pemulihan fungsi ekologis dan sosial kawasan pesisir.
“Melalui aksi ini, kami ingin menunjukkan bahwa pemulihan ekosistem mangrove bukan hanya soal menanam pohon, tetapi tentang mengembalikan fungsi ekologis dan sosial kawasan pesisir,” kata Andi dalam keterangan tertulis.
“Prosesnya kami rancang secara partisipatif, dari pemetaan, desain teknis, hingga pemantauan, agar masyarakat benar-benar menjadi pemilik inisiatif ini,” tambahnya.
Lokasi rehabilitasi mencakup enam desa, yakni Lalombi, Tolongano, Tompe, Lompio, serta Kelurahan Labuan Bajo dan Tanjung Batu, dengan total luasan mencapai 25 hektare.
Metode yang digunakan menggabungkan pendekatan Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR), Assisted Natural Regeneration (ANR), serta penanaman langsung dan penyebaran benih.
Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, menekankan pentingnya aksi berbasis lokal.
“Kami percaya kekuatan aksi lokal. Enam desa ini telah melalui tahapan panjang, studi pustaka, pemetaan partisipatif, hingga pengesahan rencana rehabilitasi yang clear and clean,” katanya.
Menurut Nirwan, ini bukan hanya soal teknik, tapi juga membangun rasa kepemilikan masyarakat terhadap kawasan mangrove mereka.
Monitoring Dua Tahun
Kegiatan ini tidak berhenti pada penanaman saja, tetapi juga mencakup monitoring, evaluasi, dan perawatan selama dua tahun ke depan.
Data pertumbuhan akan dikumpulkan secara berkala sebagai dasar pembelajaran bagi daerah lain.
Menurut Nirwan, hutan mangrove adalah benteng alami terhadap abrasi dan perubahan iklim, sekaligus penopang utama ekonomi pesisir secara berkelanjutan.
Salah satu warga, Firda, Ketua Kelompok Sahabat Laut dan Mangrove atau SALAMA mengaku banyak belajar dari proses rehabilitasi ini.
“Sekarang kami mengetahui cara menanam mangrove yang baik. Bukan hanya sekedar menanam, perlu tahu lokasinya apakah sesuai dan apa yang perlu dilakukan sehingga tanaman tumbuh dengan baik,” tutur Firda.
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok