Akademisi Kritik Parodi Pria Bermukenah di Parepare, Dinilai Tidak Mendidik
2 min read
Akademisi Binus Jakarta, Dr. Abdul Razak. (Foto: Istimewa)
Majesty.co.id, Makassar – Dosen Bina Nusantara (Binus) Jakarta, Abdul Razak, mengkritisi adanya parodi pria memakai mukenah di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, yang disinyalir bagian dari kampanye hitam kontestan Pilkada 2024.
Parodi pria bermukenah tersebut menjadi viral di media sosial. Dalam konten Instagram tersebut, terlihat seorang pria menyebut nama seorang kontestan.
Abdul Razak, akademisi bergelar doktor ilmu komunikasi itu menilai konten tersebut kurang mendidik, serta tidak memiliki etika.
“Selain itu dalam koteks umat beragama, tentunya itu tidak sesuai dalam agama dan saya kira nilai dalam semua agama banyak hal yang dilanggar dari konten tersebut,” kata Razak dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).
Mantan Sekjen Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat, mengaku, tidak melihat kepentingan siapa dalam konteks ini, tapi lebih kepada edukasi dari hasil konten yang dihasilkan.
Selaim itu, konten pria bermukenah bukan hanya ditonton oleh pihak-pihak tertentu, tapi bisa menjadi sajian bagi generasi muda.
“Kalau kita bawa dalam konteks kultural budaya dan komunikasi politik maka ini bagian dari kekerasan. Bahkan ini bisa berdampak pada kekerasan verbal dan non verbal itu sendiri, apalagi dalam konten itu terdapat laki-laki yang menggunakan mukenah,” katanya.
“Ini sudah jelas sekali kekerasan dalam komunikasi politik itu sendiri, bahkan saya sendiri bukan masyarakat Parepare merasa dilukai dengan konten tersebut, terlepas dari kepentingan politik siapa, tapi ini karena ada keterlibatan unsur politik maka bukan sekadar konte biasa,” sambung Razak.
Alumnus Program Doktor Komunikasi Universitas Pajajaran juga menilai, beberapa bagian dari konten tersebut merupakan kampanye hitam. Ia lantas menilai, pria yang memakai mukenah tidak berpendidikan.
“Ini bisa dikatakan sangat tidak berpendidikan orang yang membuat konten tersebut, serta konten ini terkesan menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan, padahal dalam komunikasi politik atau pembuatan konten, mestinya ada etika dan norma yang harus dilaluinya dan tentunya etika itu harus dipatuhi,” pungkasnya.
Penulis: Arsyad
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok