Dosen UIN Alauddin berikan Nol Besar untuk Gibran pada Debat Cawapres
3 min read
Aksi calon wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka pada debat kedua cawapres di Jakarta, Minggu (21/1/2024). (Foto: Tangkapan layar YouTube/KPU RI)
Majesty.co.id, Makassar – Penampilan calon wakil presiden atau Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat debat keempat Pilpres pada Minggu kemarin dinilai tidak beretika oleh Dosen Komunikasi Politik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Ibni Hajar Yusuf.
Ibnu Hajar menilai Gibran Rakabuming Raka menunjukan tingkah tidak biasa saat menanggapi jawaban dari Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan nomor 3, Mahfud MD.
Ia berpendapat, sejumlah gimik Gibran dalam debat keempat pilpres tersebut terkesan melecehkan. Hajar menyebut penampilan Gibran untuk menutupi ketidakmampuan dalam menjawab pertanyaan cawapres lain.
“Sekali lagi gimik dan narasi kurang beretika dari sosok gibran dalam memberi jawaban dan tidak relevan seolah-olah mewakili anak muda padahal nol besar,” kata Ibnu Hajar dalam keterangan tertulis, Senin (22/1/2024).
Gibran Harusnya Menyampaikan Gagasan Berkualitas
Dalam debat tersebut, Gibran dan Mahfud juga sempat terlibat saling sindir saat sesi tanya jawab. Salah satunya saat Gibran melontarkan pertanyaan tentang greenflation, istilah yang merujuk pada kenaikan harga akibat peralihan ke ekonomi hijau.

Pertanyaan itu mendapat respons miring oleh Mahfud karena menganggap Gibran hanya memberi pertanyaan menjebak.
Dari sesi tersebut, Hajar menilai Gibran kelihatan culas dan tak beretika. Mestinya tidak dipertontonkan diruang publik seperti debat, hal ini tak pantas ditiru.
Menurut Hajar, khalayak ramai berharap panggung debat pilpres ini sebagai arena adu gagasan, konsep startegi dalam membangun, memajukan bangsa dan negara dengan narasi, diksi dan argumentasi yang dikemas apik dan menarik.
“Sehingga kelihatan nilai kualitas panggung debatnya. Kemudian hadirnya Gibran ini malah mencederai, merusak arena debat karena seolah-olah menjadi virus melalui narasi yg ngawur dan gimik yang dibuat-buat kelihatan tidak beretika,” kata Hajar seraya menambahkan bahwa Gibran harus kembali ke sekolah untuk belajar etika.
Anak Muda jangan Mencontoh Gibran
Selain itu, gimik saling menjatuhkan dalam debat hanya mencontohkan etika politik yang buruk terutama bagi anak muda.
Hajar berpendapat, aksi saling menjatuhkan justru memberikan contoh bahwa anak muda tak lagi memiliki rasa hormat. Seharusnya, para pemuda bersikap tidak seperti Gibran.
“Anak muda itu bisa mengekspresikan dirinya dengan penuh hormat kepada orang lain. Jangan ekspresi songongnya yang ditonjolkan mentang-mentang ada di lingkaran kekuasaan yg berkuasa,” tegas mantan Pengurus Besar HMI ini.
Secara tegas Hajar menilai perilaku dari pertanyaan hingga jawaban Gibran tidak dapat diterima dengan akal sehat.
“Saya coba merasionalisasi perilaku dia yang begitu, dengan berbagai pendekatan, Gibran seakan – akan jawabannya tidak bisa diterima akal sehat, apalagi bangga dengan gayanya seperti itu yang tidak beretika. Malu kita” jelasnya.
“Kemudian saat memberi kesimpulan umum yang digunakan terkesan tidak berisi, bahasa anak, generasi milenial memang krisis adab, miskin etika, kering akan pemahaman nilai dan norma etik,” pungkas Ibnu Hajar.
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok