DPR sebut Pegawai Honorer Korban Ketidakharmonisan Pemerintah Pusat dan Daerah
2 min read
Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia saat kunjunga kerja di kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Rabu (5/2/2025). (Foto: Majesty/Suedi)
Majesty.co.id, Makassar – Anggota Komisi II DPRRI, Ahmad Doli Kurnia, menyebut pegawai honorer di pemerintahan sebagai korban dari ketidakharmonisan program antara pemerintah pusat dan daerah.
Ahmad Doli Kurnia menyatakan bahwa masalah ini telah menjadi perhatian serius pemerintah.
“Saya kira ini juga masalah yang sangat serius ya, tentang penjelasan tenaga honorer ini. Tapi kemarin 5 tahun penuh, Komisi II sangat konsen dalam menyelesaikan masalah tenaga honorer ini,” ujarnya di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Makassar, Rabu (5/2/2025).
Menurutnya, persoalan ini muncul karena tenaga honorer sering kali terjebak dalam kebijakan yang tidak sejalan antara pusat dan daerah.
“Tenaga honorer ini adalah sebetulnya korban dari ketidakharmonisan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” tambahnya.
Pemerintah pusat pada awalnya memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk merekrut tenaga honorer, namun hal ini dimanfaatkan oleh pemerintah daerah karena mempekerjakan tenaga honorer dinilai lebih mudah dan fleksibel.
“Untuk pemerintahan, termasuk pemerintah daerah, lebih gampang mempekerjakan orang sebagai tenaga honorer daripada CPNS. Gajinya tidak terlalu tinggi dan kontraknya bisa diputus kapan saja,” jelas Ahmad Doli.
Namun, ia menekankan bahwa seharusnya pemerintah tidak bertindak seperti itu, terutama mengingat banyak tenaga honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
“Makanya kita harus pikirkan, itulah alasan mengapa Komisi II mendorong penyelesaian masalah tenaga honorer. Ketemulah cara, dan akhirnya dibuatlah kebijakan untuk membedakan ASN menjadi PNS dan PPPK. PPPK ini juga dibagi dua, ada yang penuh waktu dan ada yang paruh waktu,” jelasnya.
Proses Seleksi PPPK Harus Transparan
Proses seleksi untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga menjadi perhatian serius. Ahmad Doli menegaskan perlunya transparansi dalam proses seleksi.
“Kalau memang sudah kita sepakati untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer, seleksinya harus objektif, terbuka, jujur dan transparan. Jangan ada lagi kongkalikong, apalagi menjadi ajang baru untuk gratifikasi,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti masalah kuota tenaga honorer di Indonesia yang selalu berubah-ubah.
“Ini menjadi masalah. Kita belum tahu persis berapa jumlah tenaga honorer di Indonesia, karena setiap daerah bisa membuka peluang tenaga honorer lagi. Tapi kasihan juga, lama-lama,” pungkasnya.
Penulis: Suedi
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok