PB IPMIL Raya Demoi Gubernur Sulsel soal Hibah Lahan Batalyon TNI di Luwu Utara
3 min read
Demo mahasiswa IPMIL Raya di depan kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Selasa (9/12/2025). (Foto: Istimewa)
Majesty.co.id, Makassar – Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu Raya (PB IPMIL RAYA) menggelar unjuk rasa di kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Selasa (9/12/2025).
Ketua Bidang Hukum dan HAM PB IPMIL Raya, Indra mengatakan, demo tersebut menyuarakan polemik lahan hibah Pemprov Sulsel untuk pembangunan Batalyon TNI di Desa Rampoang, Kecamatan Tanalili, Kabupaten Luwu Utara.
Menurut Indra, lahan seluas 500 hektare yang diklaim Pemprov Sulsel tidak pernah digarap pemerintah sejak 1977. Lahan itu juga disebut tanah ulayat kau-kau yang telah diolah dan diwariskan turun-temurun oleh masyarakat adat.
“Masyarakat menilai dokumen ganti rugi tahun 1977 yang dimiliki Pemprov sarat rekayasa administrasi. Karena itu keabsahannya dipertanyakan,” ujar Indra dalam keterangan tertulis.
Indra menjelaskan bahwa dasar hukum tentang pengakuan tanah ulayat sangat jelas. Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945, serta Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya selama masih nyata ada.
Ia menegaskan bahwa klaim kepemilikan Pemprov Sulsel atas lahan 500 hektare harus dibuktikan secara sah.
Pemprov Sulsel kata Indra harus membuktikan tiga hal yaitu, adanya akta pelepasan hak yang ditandatangani pemegang hak adat yang sah.
Kemudian, harus ada bukti pembayaran ganti rugi yang benar-benar diterima pihak berhak, dan bukti penguasaan serta pengelolaan lahan sejak 1977 sesuai tujuan awal.
“Jika tidak terpenuhi, klaim pemerintah cacat hukum, termasuk hibah berikutnya kepada TNI. Nemo dat quod non habet—tidak bisa memberikan hak atas sesuatu yang bukan miliknya,” tegas Indra.
PB IPMIL Raya juga menyoroti dugaan rekayasa administrasi dalam dokumen hibah tahun 1977.
Ia menyebut jika terbukti ada pemalsuan tanda tangan atau manipulasi data penerima ganti rugi, maka tindakan itu dapat masuk dalam kategori pidana.
“Jika ada rekayasa, itu bisa termasuk pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP), penipuan administratif (Pasal 378 KUHP), dan perbuatan melawan hukum administrasi sesuai UU Administrasi Pemerintahan,” ujarnya.
Selain itu, PB IPMIL Raya mengecam dugaan tindakan represif aparat TNI terhadap masyarakat yang mempertahankan lahan.
Mereka mengingatkan bahwa TNI terikat pada UU No. 34 Tahun 2004 yang mengatur kewajiban TNI menjunjung tinggi HAM dan tidak boleh melakukan tindakan yang berpotensi melanggar hak sipil warga.
“Karena status lahan belum jelas, pembangunan Yon TP 872 harus ditunda atau dialihkan sampai ada putusan hukum berkekuatan tetap,” tegas perwakilan PB IPMIL Raya dalam orasinya.
Dalam demonstrasi tersebut, perwakilan Pemprov Sulsel menyampaikan bahwa seluruh tuntutan akan dibahas melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Sulsel, Pemkab, dan warga yang dijadwalkan 11 Desember 2025.
PB IPMIL Raya menegaskan bahwa pemerintah harus bergerak cepat untuk mencegah konflik semakin meluas.
“Kami mendesak Pemprov Sulsel segera menyelesaikan konflik agraria di Kecamatan Tanalili agar masyarakat tidak semakin dirugikan,” tutup PB IPMIL Raya dalam pernyataan sikapnya.
