Kemiskinan di Luwu Timur Turun Lebih Cepat dibanding 3 Daerah Lain
2 min read
Ilustrasi Kabupaten Luwu Timur di Sulawesi Selatan. (Foto: Int)
Majesty.co.id, Luwu Timur – Tren penurunan angka kemiskinan di wilayah Luwu Raya tahun 2025 menunjukkan gejala perlambatan.
Dari empat daerah, hanya Kabupaten Luwu Timur yang mampu mempercepat capaian, sementara Luwu, Kota Palopo, dan Luwu Utara mengalami penurunan yang makin lambat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, di Kabupaten Luwu angka kemiskinan turun dari 12,71 persen (2023) menjadi 11,70 persen (2024).
Namun pada 2025 laju penurunan melemah, hanya menyusut 0,73 poin persentase.
Palopo mencatat perlambatan paling drastis. Dari 7,69 persen (2023) turun ke 7,35 persen (2024), lalu hanya berkurang 0,17 poin persentase pada 2025.
Luwu Utara juga serupa. Dari 12,66 persen (2023) turun ke 11,24 persen (2024), namun pada 2025 hanya berkurang 0,50 poin persentase.
Berbeda, Luwu Timur justru mencatat percepatan. Dari 6,93 persen (2023) turun ke 6,55 persen (2024), lalu melesat 0,76 poin persentase pada 2025 sehingga menyentuh 5,79 persen.
Kondisi ini, menurut analis, menandakan program pengentasan kemiskinan di sebagian besar daerah Luwu Raya mulai kehilangan efektivitas.
Ekonom Luwu Raya, Afrianto Nurdin, menilai perlambatan tersebut perlu menjadi bahan evaluasi serius.
“Program pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan tiga dimensi utama yaitu perencanaan, model pembangunan yang mendasari kebijakan, dan mekanisme pelaksanaan di lapangan. Ketiganya saling berkaitan dan menentukan efektivitas serta keberlanjutan intervensi kebijakan,” ujarnya dikutip dari Aletheia, Sabtu (27/9/2025).
Ia menekankan perlunya perubahan paradigma dari pendekatan karitatif menuju pemberdayaan yang inklusif dan berbasis keadilan struktural.
“Tanpa reformasi tata kelola data, penguatan lembaga lokal, dan partisipasi bermakna dari warga, kita tidak akan pernah mencapai poverty eradication yang substantif,” kata Afrianto.
Ia juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap kelas menengah, kelompok yang sering tak tersentuh program perlindungan sosial namun rentan tertekan secara ekonomi.
“Kelas menengah ini akan terus menjadi kelas tertekan. Dari atas ditekan biaya hidup yang meningkat, dan dari bawah oleh ketidakpastian ekonomi, sehingga mengancam stabilitas sosial serta pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pada akhirnya, hal ini juga bisa menambah angka kemiskinan baru,” pungkasnya.