Gugatan Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Ditolak PTUN, Putusan Hakim Dipertanyakan
3 min read
Aksi teatrikal mahasiswa di depan kampus UIN Alauddin Makassar, Samata, Gowa, sebagai bentuk protes pembungkaman demokrasi. (Foto: Istimewa)
Majesty.co.id, Makassar – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar menolak gugatan yang diajukan Alhaidi alias Aldi, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, terkait Surat Keputusan (SK) skorsing yang dijatuhkan kepadanya pada tahun 2024.
Gugatan mahasiswa UIN Alauddin terdaftar dalam perkara Nomor 124/G/2024/PTUN.MKS itu sempat menimbulkan tanda tanya.
Kuasa hukum Alhaidi dari LBH Makassar, Hutomo Mandala Putra, menyebut adanya beberapa kejanggalan dalam proses sidang, termasuk gangguan pada laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Makassar.
“Beberapa kali website SIPP PTUN Makassar mengalami gangguan ketika diakses, beberapa kali laman utama tidak terlihat. Hal yang lain, upaya dalam mengakses website diarahkan ke situs kampus di Kota Medan,” ujar Hutomo dalam keterangan tertulis, Kamis (17/4/2025).
“Kami mencoba akses beberapa kali SIPP PTUN Makassar, tapi gagal. Namun, kami telah mendapatkan salinan putusan melalui e-court dan benar bahwa Gugatan Alhaidi ditolak,” tambahnya.
Abaikan Fakta Hukum
Majelis hakim menilai SK Skorsing yang diterbitkan oleh Dekan FTK sudah sesuai aturan. Aldi dinyatakan melanggar ketentuan dalam Surat Edaran No. 2591, yang mengatur prosedur penyampaian pemberitahuan aksi minimal 3×24 jam kepada pihak birokrasi kampus.
Namun, menurut pihak penggugat, pertimbangan tersebut gagal melihat duduk perkara secara menyeluruh.
“Keputusan ini cukup membuat saya kecewa, seharusnya hakim betul-betul ada pada pendiriannya yang mendukung keberlangsungan demokrasi di manapun lebih-lebih di kampus. Namun nyatanya sekarang hukum di Indonesia lebih-lebih di PTUN betul-betul saya rasakan tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ungkap Alhaidi.
Kuasa hukum juga menyoroti sejumlah prosedur yang dinilai cacat hukum dalam penerbitan SK skorsing.
Salah satunya adalah tidak adanya tembusan surat kepada orang tua atau wali Alhaidi, yang seharusnya menjadi bagian dari prosedur.
“Majelis hakim enggan mempertimbangkan pelanggaran bahwa Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tidak memberikan tembusan objek gugatan kepada orangtua wali Alhaidi, padahal ini jelas bagian dari prosedur terbitnya objek gugatan, karena itu kami menilai hakim lepas tangan atas sebagian prosedur terbitnya objek sengketa yang dilanggar oleh Tergugat,” katanya.
Lebih lanjut, Hutomo menjelaskan bahwa Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Alauddin Makassar memberikan panggilan secara tidak proporsional.
Panggilan diserahkan pada pukul 16.05 WITA tanggal 23 Agustus 2024, yang mewajibkan kehadiran di hari yang sama, sehingga Alhaidi tidak mungkin hadir.
Hal ini, menurut Hutomo, melanggar prinsip Asas Umum Pemerintahan yang Baik khususnya dalam aspek pelayanan publik yang tepat waktu dan prosedural.
Skorsing Satu Semester Tanpa Klarifikasi
Aldi dijatuhi sanksi skorsing selama satu semester berdasarkan SK Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Nomor 4039 Tahun 2024.
Namun, menurut kuasa hukum, sanksi tersebut dijatuhkan tanpa melalui proses klarifikasi maupun pemeriksaan terlebih dahulu oleh pihak DKU maupun dekanat.
Mereka menyayangkan pertimbangan hakim yang menyatakan Tergugat dapat langsung menjatuhkan sanksi kepada Alhaidi tanpa perlu diperiksa baik oleh DKU maupun Tergugat, karena ini dapat menghilangkan hak bagi Alhaidi untuk memberikan klarifikasi atas tuduhan pelanggaran yang dituduhkan.
“Menurut kami, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan melanggar Asas Ketidakberpihakan dalam AAUPB, yang tentu ini mengarah kepada pelanggaran HAM, yaitu pemberian sanksi kepada Alhaidi yang sedang menyalurkan hak berekspresinya,” tutup Hutomo.
Penulis: Suedi
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok