01/07/2025

Majesty.co.id

News and Value

Catahu 2024 WALHI Sulsel: Kerugian akibat Bencana Ekologis dan Krisis Hutan di Tana Luwu

3 min read
Catahu ini juga memuat masukan konstruktif kepada kepala daerah terpilih di Sulsel
Ilustrasi. Kondisi salah satu rumah terdampak banjir bandang di Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu pada awal Mei 2024. (Foto: Handover)

Majesty.co.id, Makassar – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) meluncurkan catatan akhir tahun 2024 atau Catahu yang menyingkap kondisi ekologis dan kerugian materil akibat bencana alam yang terjadi sepanjang tahun ini.

Dalam catatan akhir tahun 2024 atau Catahu Walhi Sulsel yang diluncurkan di Kota Makassar pada Senin (30/12/2024), provinsi ini dihantam bencana sebanyak 362 kali dengan kerugial ditaksir mencapai Rp1,9 triliun.



Bencana tersebut mulai dari banjir yang melanda pemukiman, longsor yang meregang nyawa, hingga kekeringan.

Advertisement
Ikuti Saluran WhatsApp Majesty.co.id

“Berdasarkan temuan kami dari berbagai sumber yang diolah, setidaknya sepanjang tahun 2024 telah ada 362 kali bencana ekologis di Sulawesi Selatan dengan total kerugian mencapai 1,9 trilliun rupiah,” kata tim penulis Catahu Walhi Sulsel 2024, Nurul Fadli Gaffar dalam keterangan tertulis.

Kekeringan Makassar, Krisis Tutup Hutan


Selain itu, Fadli juga mengungkapkan bagaimana kondisi Kota Makassar yang sangat rentan dihantam bencana ekologis khususnya banjir.

Menurut Fadli, banjir Makassar karena dipengaruhi oleh tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Tallo, Maros dan DAS Jeneberang.

Banjir Makassar dipeparah karena tutupan hutannya hanya di bawah 30 persen. Hal ini disebut turut berdampak atas krisis air di wilayah utara Makassar, khususmya Kecamatan Tallo.

“Selain itu, temuan kami juga menemukan telah terjadi ketimpangan atas akses air bersih karena ternyata air lebih banyak dialirkan ke wilayah barat Kota Makassar ketimbang ke utara Kota Makassar,” jelasnya.

Terakhir, Fadli menjelaskan hasil analisis spasial WALHI Sulsel yang menyingkap tutupan hutan di Tana Luwu, khususnya Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur semakin tipis dalam 5 tahun terakhir.

Fadli menyebut, terjadi penurunan tutupan hutan dari 8.943,90 hektar pada tahun 2019 menjadi 4.373,38 hektar per tahun pada tahun 2021.

“Namun, eksploitasi hutan di Pegunungan Tokalekaju [Luwu Utara] terus meningkat, mencapai 10.194,89 hektar kehilangan hutan per tahun pada tahun 2023,” tandasnya.

9 Rekomendasi


Direktur WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, menjelaskan bahwa Catahu ini memberikan gambaran dan situasi objektif tentang kondisi ekologi Sulsel.

Catahu ini juga memuat masukan konstruktif kepada kepala daerah terpilih Pilkada 2024 untuk menghasilkan kebijakan yang adil dan lestari.

“Semoga catatan akhir tahun ini menjadi informasi dan pesan kuat yang berharga bagi Gubernur Sulsel dan Bupati terpilih tentang pentingnya mewujudkan keadilan ekologi di Sulawesi Selatan,” kata Amin.



Berikut 9 rekomendasi serta tuntutan rakyat dan lingkungan hidup di Sulsel. Terkhusus untuk Gubernur Sulawesi Selatan yang baru terpilih agar:

1. Mengutamakan dan memperhatikan kondisi lingkungan hidup dan wilayah kelola rakyat dalam semua perencanaan investasi dan pembangunan infrastruktur yang ada di Sulawesi Selatan.

2. Mengevaluasi dan atau mencabut izin usaha pertambangan (IUP) yang berada di wilayah vital atau ekosistem penting di Sulawesi Selatan.

3. Merevisi dan atau meninjau ulang RTRW Terintegrasi Sulawesi Selatan No. 3 Tahun 2022 khususnya yang menyangkut soal alokasi lahan reklamasi, tambang pasir laut, dan wilayah rentan bencana yang ditetapkan sebagai kawasan pertambangan.

4. Mengimplementasikan model mitigasi bencana yang melampaui batas wilayah administratif dan berbasis bentang alam.

5. Memulihkan, melindungi, dan memelihara wilayah resapan air, daerah aliran sungai, dan ekosistem esensial yang ada di Sulawesi Selatan.

6. Mengembangkan model ekonomi yang berbasis pengetahuan lokal dan perlindungan ekologi.

7. Menegakkan praktik hukum perlindungan lingkungan hidup terkhusus yang menyangkut pada tiga bentang alam (pesisir, hutan, dan karst) penting di Sulawesi Selatan.

8. Meningkatkan kapasitas petani, perempuan, dan nelayan terkait dengan adaptasi perubahan iklim.

9. Menegakkan dan atau mengaplikasikan pengarusutamaan gender dalam konteks pembangunan di Sulawesi Selatan.

Bagikan :

Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok

@majesty.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2023 © Majesty.co.id | Newsphere by AF themes.