02/11/2025

Majesty.co.id

News and Value

Sederet Aturan Hukum yang Dilanggar PT Vale dalam Kasus Tumpah Minyak

4 min read
Hasil kajian WALHI Sulsel mencatat, tumpahan minyak PT Vale mencapai 90 ribu liter lebih dan mencemari 82 hektare lahan. Ini melanggar sejumlah aturan dan wajib disanksi.
Foto udara. Kondisi lahan pertanian pasca tercemar tumpahan minyak dari pipa PT Vale Indonesia di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur. (Foto: Iqbal Lubis untuk Trend Asia)

Majesty.co.id, Makassar — Kebocoran pipa minyak PT Vale Indonesia Tbk di Towuti, Kabupaten Luwu Timur diduga menimbulkan banyak pelanggaran hukum menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel.

Hal ini berdasarkan hasil investigasi WALHI Sulsel yang digelar pada 14-17 Oktober di Towuti. Dari situ terungkap, PT Vale diduga melanggar sejumlah aturan terkait tumpahan minyak.

Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, Zulfaningih HS, menyebut, salah satu aturan yang dilanggar PT Vale dalam kasus tumpah minyak adalah Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kasus tumpah minyak PT Vale melanggar pasal 9 [UU HAM] yaitu hak untuk hidup, setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya,” ujar Zulfaningsih dalam konferensi pers di Jeger Coffee, Kota Makassar, Jumat (24/10/2025).

Advertisement
Ikuti Saluran WhatsApp Majesty.co.id

Menurut data WALHI Sulsel, kebocoran pipa PT Vale diperkirakan menumpahkan 90 ribu liter lebih minyak jenis Marine Fuel Oil (MFO).

Tumpahan minyak PT Vale yang terjadi pada 23 Agustus mencemari Sungai Koromusilu sepanjang 10 kilometer hingga ke Danau Towuti.

Data juga menunjukkan 82 hektare lahan pertanian tercemar pada 5 desa di Towuti. Desa Lioka yang dilintasi pipa minyak PT Vale, menjadi salah satu desa paling terdampak.

Hukuman untuk PT Vale


Tidak hanya soal HAM, tumpahan minyak PT Vale juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

PT Vale juga disebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM.

Zulfaningsih menjelaskan, pasal 87 ayat (1) Perpres nomor 60 tahun tahun 2023 mewajibkan pelaku usaha untuk bertanggung jawab secara mutlak atau Strict Liability terhadap korban terdampak pencemaran lingkungan.

“Setiap penanggung jawab usaha yang usahanya berisiko besar, wajib bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang timbul, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika,” tegas Zulfaningsih.

Masalahnya, dari investigasi WALHI Sulsel di lapangan, warga terdampak mengaku kompensasi yang dijanjikan PT Vale tidak jelas.


Burung belibis mati tercemar tumpahan minyak PT Vale di Desa Lioka, Towuti, Luwu Timur. (Foto: Warga Towuti untuk Majesty.co.id)

Begitu juga mekanisme yang dianggap tidak transparan. Zufaningsih mengungkapkan tidak ada timeline pasti kapan pencairan kompensasi itu dibayar. PT Vale hanya menjanjikan masalah ini tuntas pada Januari 2026.

“Warga 6 desa mengeluh proses berbelit, nominal tidak dipublikasi dan 82 hektare terdampak belum terkompensasi penuh hingga Oktober 2025,” kata Zulfaningsih.

Selain itu, pasal 178 UU 6 Tahun 2023 tentang Perpu Cipta Kerja yang diduga dilanggar PT Vale, memiliki risiko hukum administrasi terhadap pemegang Perizinan Berusaha.

“Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (5), pemegang Perizinan Berusaha wajib memulihkan kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan usahanya,” tutur Zulfaningsih.

Soal tumpahan 90 ribu liter lebih, Zulfaningsih menyebut, hal ini melampaui baku mutu air secara drastis terhadap sungai yang dicemari minyak hingga Danau Towuti.

Zufaningsih bilang, hal itu membuktikan tumpahan minyak PT Vale terbukti melanggar pasal 178 UU 6 Tahun 2023.

“Belum lagi soal pencemaran lingkungan. Pasca 2 bulan tumpahan minyak PT Vale, sungai masih dalam keadaan tercemar, ikan mati massal, burung mati [bangau, belibis], dan 82 hektare sawah rusak total,” jelas dia.

Zulfaningsih menandaskan, dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan PT Vale bukan kali ini terjadi.

Ia menyebut, ini merupakan insiden kelima akibat aktivitas PT Vale, seperti pencemaran Laut Lampia pada tahun 2009, 2012 dan 2014.

“Kemudian insiden kebocoran pipa minyak di Desa Lioka pada tahun 2010 dan 2025. Ini menunjukkan kelalaian sistemik dalam pencegahan PT Vale,” tandas Zulfaningsih.

Apa Klaim PT Vale dan Mitranya?


Dua bulan pasca tumpahan minyak yang disebut karena faktor alam, PT Vale mengklaim kualitas air di wilayah sekitar tetap aman, serta pemulihan berjalan secara terukur, transparan, dan dapat diaudit publik.

Hal ini sesuai hasil uji terbaru dari sampel air yang diambil pada 5 Oktober 2025 oleh DRRC Universitas Indonesia (UI). Lembaga ini adalah mitra akademik tambang nikel tersebut.


Petugas PT Vale Indonesia menyemprotkan cairan ke aliran sungai yang tercemar tumpahan minyak di Towuti, Luwu Timur. (Foto: Humas PT Vale)

Hasil uji sampel air menunjukkan bahwa seluruh parameter utama berada di bawah ambang batas baku mutu yang diklaim sesuai peraturan pemerintah.

“Dan air di wilayah Towuti dinyatakan aman digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Head of Corporate Communication PT Vale, Vanda Kusumaningrum dalam siaran persnya, Sabtu (25/10/2025).

PT Vale membantah temuan WALHI Sulsel yang menyebut Danau Towuti tidak tercemar tumpahan minyak.

DRRC UI menurut rilis PT Vale, juga melakukan analisis sebaran potensi aliran air dan pemetaan risiko hingga radius 9 km dari lokasi pipa.

“Hasil sementara menunjukkan tidak ada indikasi penyebaran minyak menuju kawasan konservasi Danau Towuti dan parameter hidrokarbon, TPH, serta logam berat berada dalam batas aman secara ekologis,” kata Vanda.


Penulis: Suedi

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2023 © Majesty.co.id | Newsphere by AF themes.