LIPSUS: Menolak Lupa Kematian Agung Usai Ditangkap Polisi di Makassar 9 Tahun Silam
5 min read
Ibu Agung, Mawar, berswa foto dengan latar batu nisa putranya yang tewas saat ditangkap polisi di Kota Makassar. (Foto: Istimewa/Tim Kolaborasi)
Majesty.co.id, Makassar — Tanggal 29 September 2025 nanti, misteri kematian Agung Pranata, pemuda asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tepat sembilan tahun.
Agung tewas dengan sejumlah luka; patah tulang leher, hingga kepalanya remuk.
Agung ditangkap polisi atas dugaan pelaku penyalahgunaan narkotika. Penangkapan dilakukan tim Polsek Ujung Pandang di rumahnya di wilayah Minasaupa, Makassar, pada 29 September 2016 silam.
Saat itu, polisi menyebut Agung tewas karena terjatuh dan juga sesak napas. Polisi juga menuding Agung terlibat kasus pencurian dan pemberatan.
Namun, pada akhirnya, klaim polisi tidak bisa dibuktikan.
Agung adalah bagian dari keluarga polisi, ayahnya, Basri merupakan seorang perwira aktif di Ditlantas Polda Sulsel saat kasus Agung diproses. Waktu itu Basri berjanji akan mencari keadilan bagi putranya.
Kini, Basri yang adalah purnawiran Polri memasuki umur 63 tahun, dan Mawar (59) istrinya tetap saja masih berkomitmen untuk mencari keadilan Agung.
“Sejak awal kasus ini sudah kita dipendamping dari LBH, semoga masih ada jalan keadilan bagi anak saya,” kata Basri saat ditemui, Sabtu (20/9/2025).
Selama berjalannya kasus kematian Agung, memang banyak kejanggalan yang ditemui tim pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dan keluarganya Agung.
Tapi bagi Mawar dan Basri, itu tidak akan menjadi penghalang besar untuk sebuah keadilan.
“Sampai kapanpun harapan kami untuk mendapat keadilan itu masih ada, berapa tahunpun kami harus menunggu di usia yang sekarang ini,” timpal Mawar.
Lima Polisi Tersangka
Seiring waktu, pada 2019 penyidik Polda Sulsel menetapkan lima anggota Polsek Ujung Pandang sebagai tersangka, masing-masing CN, AS, AR, SA dan JS.
Penetapan tersangka tertanggal 18 Maret 2019 oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel. Saat itu, kasus ini jadi atensi Kapolda Irjen Pol. Umar Septono.
Tapi setelah Irjen Umar Septono diganti, sekitar Mei 2021 para tersangka mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dan dikabulkan.
Atas putusan itu, penyidik melakukan gelar perkara dan diterbitkan surar penghentian penyidikan (SP3).
Meski penyelidikan dan penyidikan kasusnya sudah dihentikan oleh Polda Sulsel, LBH Makassar berencana kembali mendorong kasus ini agar dibuka kembali, apalagi dalam proses hukumnya ada banyak kejanggalan.
Pengacara LBH, Salman Aziz mengatakan pihaknya akan kembali menyurati Polda.
Menurutnya, hasil dari praperadilan seharusnya tidak menggugurkan proses penyelidikan kasus ini, terlebih ada korban yang meninggal dunia dengan tidak wajar.
“Rencana kita akan menyurat lagi ke Polda Sulsel, apalagi dari hasil putusan praperadilan setelah kita pelajari banyak kejanggalan didalamnya,” ujarnya.
Lanjut Salman, dalam proses praperadilan saat itu pihaknya maupun keluarga Agung tak diberitahukan sama sekali.
Begitupun saat proses gelar perkara penghentian kasus ini di Ditkrimum Polda Sulsel, LBH selaku pengacara tidak diberitahu sama sekali.
Salman juga mempertanyakan, sebab alasan Polda Sulsel menghentikan kasus ini tidak diberitahukan kepada mereka.
Surat penghentian penyidikan yang diterima tidak termuat terkait poin dan alasan pihak penyidik menghentikan penyidikan kematian Agung.
“Kita tidak pernah diberitahukan apapun, dari proses praperadilan itu sampai saat gelar perkara di polda yang kemudian menghentikan kasus ini,” ungkapnya.

Penyataan pihak LBH juga menguatkan pernyataan keluarga Agung, terutama Mawar dan Basri.
Keduanya mengungkapkan bahwa sulitnya mencari keadilan. Padahal kata Mawar, suaminya perwira.
“Coba lihat, ini bukan mau apa-apa ya, kami saja ini keluarga polisi dan masih sulit mendapat keadilan, bagaimana dengan masyarakat biasa,” tegas Mawar.
Mawar juga mengungkapkan keluarganya tidak mengetahui sama sekali bahwa kasus tewasnya Agung telah dihentikan Polda Sulsel.
Mereka baru diberitahukan setelah semuanya selesai, mulai dari praperadilan hingga kasusnya dihentikan.
Padahal, kata dia, awalnya penyidik Polda Sulsel menjanjikan mereka akan memanggilnya saat proses praperadilan juga gelar perkara.
Namun itu ternyata hanya janji semata, seperti janji keadilan yang tak kunjung didapat hingga sekarang.
“Kami dijanji di Polda, kalau gelar perkara nanti disurati. Waktu sidang praperadilan juga kami tidak dihadirkan, kami menunggu-nunggu namun tidak pernah dipanggil,” ungkapnya Salman.
Keluarga Dikelabui
Parahnya lagi, Mawar bilang baru mengetahui kasus ini dihentikan setelah ia dan suaminya, bersama LBH Makassar mendatangi Polda Sulsel untuk menanyakan update kasus Agung ini.
Awalnya, mereka diarahkan oleh penyidik Polda Sulsel untuk ke Kejati Sulsel dengan alasan berkas perkaranya telah dilimpahkan.
Namun, setelah dicek di Kejaksaan, ternyata berkas perkara belum ada masuk.
Mendapatkan informasi itu, mereka kembali ke Polda Sulsel hingga terjadi keteganggan karena merasa dipermainkan.
Belakangan, karena keluarga Mawar dan LBH Makassar mendesak, polisi baru menyerahkan bahwa kasus ini telah di SP3.
“Sampai di sana (Polda Sulsel) bilang sudah dikirim ke Kejaksaan, terus ke sana (ke Kejaksaan) bilang tidak adapi masuk suratnya. Di situ kami kembali ke Polda Sulsel dan ternyata sudah gelar perkara (SP3) makanya kita kecewa sekali. Kita tidak dipanggil, tidak disampaikan sama sekali,” kuncinya.
Mengonfirmasi tindak lanjut kasus ini, Polda Sulsel melalui Kasubdit I Kamneg Polda Sulsel AKBP Benyamin mengungkapkan, perkara tersebut telah dihentikan dengan alasan tak cukup bukti.
“Kami masih cari berkas perkaranya. Perkara tersebut telah dihentikan penyidikan (SP3) dengan alasan penghentian karena tidak cukup bukti. Atas penghentian penyidikan tersebut telah dimohonkan praperadilan dan putusan pengadilan menolak permohonan pemohon,” kata Benyamin.
Dia juga menjelaskan bahwa penghentian kasus itu dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara setelah menerima beberapa pentunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini.
“Ada beberapa petunjuk JPU yang tidak mampu penyidik penuhi. Dasar itulah dilakukan gelar perkara khusus untuk SP3,” sebutnya.
**Tulisan ini merupakan liputan khusus Kolaborasi sejumlah jurnalis di Kota Makassar. Majesty.co.id telah mendapat izin untuk menayangkan.