17/12/2025

Majesty.co.id

News and Value

RDP atau Uji Kepercayaan? Langkah DPRD Sulsel Mengusik Kewenangan DPRD Luwu Timur

2 min read
Penulis: Najamuddin, Mantan Anggota DPRD Luwu Timur.
Mantan Anggota DPRD Luwu Timur, Najamuddin. (Foto: Istimewa/Majesty.co.id)

Ada aroma janggal yang sulit diabaikan dari undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

Tanpa penjelasan yang gamblang, DPRD Sulsel justru mengundang DPRD Kabupaten Luwu Timur untuk duduk bersama dalam sebuah RDP—sebuah langkah yang memantik tanda tanya besar.

Undangan bernomor 005/5390/DPRD, tertanggal 15 Desember 2025, berlabel penting itu menjadwalkan RDP pada Kamis, 18 Desember 2025, bertempat di Ruang Rapat Komisi D Lantai 1 Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sulsel, Makassar.

Lokasi dan formatnya resmi, namun pesan politik di baliknya terasa jauh dari sekadar administratif.

Advertisement
Ikuti Saluran WhatsApp Majesty.co.id

Saya menilai, agenda RDP tersebut kuat dugaan berkaitan dengan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dan PT Indonesia Hualy Industri Park (IHIP), khususnya menyangkut pemanfaatan lahan bekas kompensasi DAM Karebbe di Desa Harapan, Kecamatan Malili.

Yang membuat situasi ini terasa “aneh bin ajaib”, isu yang hendak dibahas DPRD Provinsi sejatinya telah lebih dulu dituntaskan di tingkat kabupaten.

DPRD Luwu Timur sebelumnya sudah menggelar RDP dengan menghadirkan pihak-pihak penyampai aspirasi, termasuk kelompok yang mempertanyakan nilai sewa lahan kompensasi yang dianggap terlalu murah.

Tak hanya itu, DPRD Luwu Timur juga telah menerima dan mencatat aspirasi masyarakat Desa Harapan serta desa-desa sekitar kawasan rencana Industri Lampia.

Menariknya, aspirasi tersebut justru menunjukkan dukungan penuh terhadap investasi PT IHIP di kawasan industri Luwu Timur yang berlokasi di lahan kompensasi Lampia.

Dalam forum resmi, DPRD Luwu Timur bahkan telah mendengarkan langsung penjelasan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, mulai dari proses perjanjian kerja sama hingga mekanisme sewa lahan kompensasi.

Semua dilakukan terbuka, formal dan terdokumentasi.

Maka pertanyaannya kini bergeser dari soal lahan ke soal kepercayaan institusional.
Mengapa DPRD Provinsi Sulsel masih merasa perlu memanggil DPRD Luwu Timur untuk membahas isu yang sama?

Apakah DPRD Kabupaten dianggap belum cukup cermat, atau—lebih tajam lagi—tidak cukup dipercaya?

Jika fungsi pengawasan di tingkat kabupaten sudah berjalan, langkah DPRD Provinsi ini berpotensi dibaca bukan sebagai koordinasi, melainkan intervensi simbolik.

Sebuah pesan diam-diam bahwa keputusan DPRD Kabupaten masih perlu “diverifikasi ulang” di meja provinsi.

Dan di situlah publik berhak bertanya:
apakah ini soal tata kelola lahan—atau soal siapa yang sebenarnya memegang kendali?

Penulis: Najamuddin, Mantan Anggota DPRD Luwu Timur


*) Semua isi opini ini di luar tanggung jawab redaksi Majesty.co.id

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2023 © Majesty.co.id | Newsphere by AF themes.