03/11/2025

Majesty.co.id

News and Value

PBHI Sulsel: Reformasi Polri Wajib Berbasis Konstitusi, Bukan Politisasi

2 min read
Reformasi Polri harus menyentuh aspek regulasi, kelembagaan, dan kultur internal, tidak hanya berhenti pada etik dan profesionalitas semata.
Konferensi pers PBHI Sulsel bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil menyoal reformasi Polri di Kota Makassar, Rabu (17/9/2025). (Foto: Majesty.co.id/Suedi)

Majesty.co.id, Makassar – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sulsel bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak reformasi Polri dilakukan secara sistemik dan konstitusional, bukan sekadar gimmick politik.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor PBHI Sulsel, Kota Makassar, Rabu (17/9/2025).

Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sulsel, Syamsul Rijal, menegaskan pembentukan tim atau komisi ad hoc berisiko gagal menjawab akar permasalahan.

“Seharusnya sudah ada agenda perbaikan yang sistemik dan terinstitusionalisasi, bukan sekadar reaksi terhadap kasus tertentu,” ujarnya.

Advertisement
Ikuti Saluran WhatsApp Majesty.co.id

Ia menjelaskan, mandat konstitusi dalam Pasal 30 UUD 1945 dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang telah berusia 23 tahun belum pernah dievaluasi secara menyeluruh.

Sementara itu, luasnya fungsi Polri diiringi dengan banyaknya keluhan masyarakat, mulai dari lambannya penanganan laporan, maraknya pungutan liar, hingga penanganan demonstrasi yang represif.

Fenomena tagar #PercumaLaporPolisi dan #NoViralNoJustice menurutnya menjadi bukti ketidakpuasan masyarakat.

Karena itu, reformasi harus menyentuh aspek regulasi, kelembagaan, dan kultur internal, tidak hanya berhenti pada etik dan profesionalitas semata.

PBHI juga mengingatkan risiko pengulangan kegagalan berbagai tim ad hoc di masa lalu, seperti Tim Gabungan Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan maupun Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dinilai tidak menghasilkan perbaikan struktural.

“Jika hanya membentuk tim independen, apalagi diisi figur politisi, hasilnya cenderung dipolitisasi, bukan solusi,” tegasnya.

Mereka menekankan bahwa evaluasi kinerja Polri harus dikunci dalam regulasi setingkat undang-undang.

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) disebut perlu memasukkan revisi UU Polri, KUHAP, dan regulasi sektoral lainnya agar menjamin perubahan yang berkelanjutan.

Reformasi Polri juga dinilai sebagai indikator penting demokrasi dan penjaga supremasi sipil.

Indonesia selama ini mendapat rapor buruk dari lembaga internasional seperti The Economist Intelligence Unit dan Civicus, yang dipercaya dapat mempengaruhi iklim investasi dan stabilitas hukum di Tanah Air.

“Reformasi Polri berbasis konstitusi akan memperbaiki citra demokrasi, menghapus kultur kekerasan, serta mencegah infiltrasi pendekatan militer ke ruang sipil,” jelas PBHI Sulsel.

Di akhir pernyataannya, PBHI Sulsel menegaskan supaya agenda reformasi Polri berjalan secara konstitusional serta jangan sampai berubah menjadi ajang politisasi.

“Agenda reformasi Polri harus konsisten dalam kerangka konstitusi,” pungkasnya.

Koalisi masyarakat sipil yang menyuarakan desakan ini antara lain PBHI, WALHI Sulsel, serta sejumlah organisasi mahasiswa.


Penulis: Suedi

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2023 © Majesty.co.id | Newsphere by AF themes.