16/11/2025

Majesty.co.id

News and Value

Dari Kasus di Luwu Utara, Dewan Pendidikan Sulsel Soroti Pentingnya Tata Kelola Guru Honorer

4 min read
Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Aris Munandar, menegaskan perlunya pembenahan serius, terutama terkait pengelolaan guru non-ASN atau honorer.
Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Aris Munandar. (Foto: Ist)

Majesty.co.id, Makassar – Kasus guru Rasnal dan Abdul Muis di Kabupaten Luwu Utara yang dihukum penjara memungut uang komite untuk membantu gaji guru honorer, harus menjadi momen evaluasi pemerintah terhadap sistem tenaga pendidik.

Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Aris Munandar, menegaskan perlunya pembenahan serius, terutama terkait pengelolaan guru non-ASN sebagai bentuk evaluasi terhadap kasus guru di Luwu Utara.

Aris menyatakan bahwa Rasnal–Abdul Muis tidak memiliki kesalahan maupun niat buruk membantu guru honorer.

Karena itu, Presiden Prabowo Subianto memulihkan nama baik guru Rasnal-Abdul Muis.

Advertisement
Ikuti Saluran WhatsApp Majesty.co.id

“Saya menilai keputusan Presiden dalam menyikapi persoalan ini sudah sangat bijaksana dan tidak perlu melalui proses panjang,” ujar Aris Munandar dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa mekanisme pengelolaan guru ASN sudah jelas, mulai dari status hingga penggajian yang berada di atas UMR. Guru ASN terdiri dari guru PNS dan guru PPPK.

Di sisi lain, guru non-ASN masih menghadapi ketidakpastian, terutama dalam hal pengangkatan dan sistem gaji. Menurut Aris, hal inilah yang harus segera dibenahi.

“Saran saya ke depan, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten dan kota perlu melakukan penataan atau tata kelola terhadap guru, terutama guru non-ASN,” kata guru besar UNM tersebut.

Mantan Rektor UNM ini menyoroti persoalan gaji guru honorer yang sebagian besar masih ditopang dana BOS. Padahal, sejumlah daerah di Indonesia sudah memperbaiki skema tersebut.

“Kita bisa bercermin pada beberapa daerah lain, seperti Kalimantan Timur, di mana gaji guru dibayarkan secara layak melalui APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Sementara di daerah kita, gaji guru non-ASN masih banyak yang dibayarkan menggunakan dana BOS, padahal alokasi dana BOS itu terbatas,” sarannya.

Menurutnya, kondisi ini kerap memicu masalah karena terbatasnya dana BOS membuat sekolah harus meminta kontribusi melalui komite sekolah.

Idealnya, proses pengangkatan guru non-ASN harus mengikuti aturan formal dan disahkan oleh pemerintah sesuai kewenangannya.

Sarankan Guru Honorer Melalui Seleksi


Aris juga menyoroti proses rekrutmen guru honorer yang dinilainya belum berjalan secara profesional.

“Selain itu, proses rekrutmen sebaiknya dilakukan secara selektif. Selama ini, banyak guru honorer yang ditunjuk secara langsung tanpa melalui seleksi, sehingga kompetensinya tidak selalu terukur. Itulah pentingnya perbaikan tata kelola: mulai dari sistem rekrutmen, penempatan, hingga penggajian,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa pembenahan tata kelola ini penting untuk memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas.

“Semua itu perlu dibenahi agar guru-guru merasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugasnya,” tukas Aris Munandar.

Kronologi Kasus Guru Rasnal-Abdul Muis


Kasus ini bermula pada 2018 ketika Rasnal menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara.

Saat itu, kegiatan belajar-mengajar sempat terhenti karena guru honorer belum menerima gaji selama sepuluh bulan.

Rasnal bersama Komite Sekolah menggelar rapat dan menyepakati adanya iuran sukarela orang tua siswa sebesar Rp20 ribu per bulan untuk membayar honor guru.

Kesepakatan dijalankan terbuka dan disetujui seluruh wali murid. Dana dikelola oleh Abdul Muis selaku Bendahara Komite Sekolah.

Program itu berjalan lancar selama tiga tahun (2018–2020), hingga muncul laporan dari sebuah LSM yang menuding adanya penyimpangan dana.

Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Polres Luwu Utara, yang menetapkan Rasnal dan Abdul Muis sebagai tersangka.

Berkas perkara sempat ditolak kejaksaan karena tidak ditemukan unsur pidana.

Namun, penyidik melibatkan Inspektorat Kabupaten Luwu Utara—padahal pemeriksaan seharusnya dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Sulsel, mengingat SMA berada di bawah kewenangan provinsi.

Hasil pemeriksaan Inspektorat Luwu Utara menyebut adanya kerugian negara dan pungutan liar. Berdasarkan temuan itu, kasus dilanjutkan ke pengadilan.

Pada Desember 2022, Pengadilan Tipikor Makassar memutus keduanya bebas karena dianggap hanya melakukan kesalahan administrasi.

Namun, Mahkamah Agung kemudian mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara.

Keduanya menjalani hukuman pada 2024 dan diberhentikan tidak hormat sebagai ASN.

Presiden telah memulihkan nama baik Rasnal dan Abdul Muis. SK Pemberhentiannya dicabut dan segala hak-hak wajib dibayarkan.


Penulis: Suedi

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2023 © Majesty.co.id | Newsphere by AF themes.