Mantan Jenderal Polisi Protes Tongkonan 300 tahun Dieksekusi Pakai Ekskavator
2 min read
Kolase foto. Frederick Kalalembang dan tangkapan layar eksekusi Tongkonan Ka’pun di Kurra, Tana Toraja. (Foto: Instagram/frederick_kalalembang/istimewa)
Majesty.co.id, Makassar – Anggota Komisi III DPR RI, Frederick Kalalembang, geram atas pembongkaran paksa rumah adat Tongkonan Ka’pun yang berusia sekitar 300 tahun di Kabupaten Tana Toraja.
Frederick yang merupakan pensiunan jenderal polisi menyebut, penggunaan ekskavator dalam proses eksekusi Tongkonan Ka’pun merupakan tindakan yang berlebihan dan tidak elegan.
Apalagi, objek yang dieksekusi dalam sengketa lahan tersebu adalah rumah adat yang menjadi warisan leluhur masyarakat setempat.
Ia mengakui putusan pengadilan terkait kepemilikan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Namun demikian, pelaksanaannya dinilai seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan menghormati nilai budaya.
“Masih banyak cara lain, masih banyak waktu. Memang putusan pengadilan sudah inkrah, itu tidak kita sangkal. Kepemilikan memang harus dikembalikan. Tapi harus dilakukan dengan cara yang baik,” ujar Frederick Kalalembang saat ditemui di Kota Makassar, Jumat (12/12/2025).
Diketahui, eksekusi terhadap Tongkonan Ka’pun di Kecamatan Kurra tersebut dilakukan pada Jumat (5/12/2025) dengan pengawalan ketat aparat keamanan.
Proses eksekusi melibatkan alat berat ekskavator serta penggunaan peluru karet dan gas air mata.
Akibat kejadian itu, belasan warga dilaporkan mengalami luka, mulai dari terkena peluru karet di bagian kepala hingga sesak napas akibat gas air mata.
Frederick menegaskan bahwa dirinya tidak mempersoalkan pengembalian hak kepemilikan sesuai putusan pengadilan.
Namun, sebagai wakil rakyat asal Toraja, ia menilai pendekatan yang digunakan dalam eksekusi tersebut sangat disayangkan.
Ia mengaku telah menyampaikan keprihatinannya secara langsung kepada Kapolda Sulawesi Selatan dan sejumlah pejabat utama lainnya.
“Menurut saya, menggunakan ekskavator bukanlah langkah akhir yang tepat. Masih banyak cara lain, masih banyak waktu,” tegasnya.
Tongkonan sebagai Pusat Musyawarah Adat
Frederick juga menjelaskan bahwa Tongkonan bukan sekadar bangunan, melainkan rumah adat yang menjadi pusat musyawarah dan kehidupan keluarga lintas generasi dalam masyarakat adat Toraja.
Ia mempertanyakan proses panjang sengketa yang berujung pada eksekusi keras terhadap rumah adat tersebut.
“Persoalan sampai masuk ke pengadilan, sampai ke PK, hingga eksekusi, itu saja sudah perlu kita pertanyakan,” katanya.
Ia kembali menegaskan penolakannya terhadap metode eksekusi yang digunakan karena dinilai menyakiti masyarakat secara fisik maupun batin.
“Karena saya selalu katakan, tidak ada jalan terbaik selain komunikasi,” pungkasnya.
Penulis: Suedi
