Miris, Terdakwa dan Anaknya yang Berusia 5 Tahun Diduga Ditahan dalam Sel Kejari Makassar
5 min read
Titania (25) bersama anaknya yang berusia 5 tahun saat berada dalam sel tahanan Kejari Makassar, Kamis (7/3/2024) (Foto : Penasihat Hukum Terdakwa)
Majesty.co.id,Makassar – Beredar rekaman video terjadi keributan di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dalam rekaman itu, terlihat beberapa orang yang diduga sekuriti dan pegawai Kejari Makassar sedang adu mulut dan saling dorong dengan seorang perempuan.
Tak hanya itu, terlihat juga sebuah foto seorang perempuan dan anaknya berada di dalam tahanan.
“Ada anak kecil, anak-anak. Memukul-memukul,” ucap perempuan yang merekam insiden itu.
“Siapa yang memukul,” timpal pria yang memakai seragam sekuriti Kejari sambil memegang handphone.
“Itu anak-anak masuk dijeruji, itu anak-anak masa mau dimasukan di sel,” kata perempuan tersebut.
“Kalau kabur ki bagaimana, kalau kabur siapa yang mau tannggujawab” ucap pria bertumbuh tambun.
“Kalau mau kabur, kabur dari dulu. Ada penjamin, seadainya mau kabur, kabur dari kemarin dikepolisian,” timpal perempuan itu.
Ternyata keributan tersebut terjadi akibat pihak Kejari Makassar diduga akan menahan seorang perempuan bernama Titania Ferentsia (25) warga Jl Dr Ratulangi Makassar. Bersama dengan anak laki-lakinya yang masih berusia 5 tahun.
Hal itu diungkapkan oleh St Fatimah selaku penasihat hukum Titania Ferentsia kepada awak media di salah satu kafe di Jl. Yusuf Dg. Ngawing Kecmatan Rappocini, Makassar, Jumat (8/3/2024).
“Sebelumnya klien saya ini dilaporkan kasus 351 di mana ancaman hukumannya itu 1 tahunan,” ujarnya
Sedangkan kliennya itu menjadi korban pengeroyokan pasal 170 dengan ancaman hukuman 5 tahun yang dilakukan oleh mantan ipar Titania Ferentsia.
“Dia (klien) dikeroyok oleh mantan iparnya yang laki-laki dan perempuan, dia (Titania Ferentsia) babak belur,” ucapnya.
Fatimah menjelaskan, keributan itu terjadi, Kamis (7/3/2024) kemarin saat mendampingi kliennya yang telah dijadikan tersangka atas dugaan kasus penganiyaan. Berkas perkaranya telah dilimpahan dari Polsek Mariso ke Kejari Makassar.
Namun Fatimah menganggap, pihak Kejari Makassar tidak mengindahkan surat rekomendasi dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar.
“Klien saya di tahan di dalam (sel) kurang lebih 2 jam. Sampai keluar (diberikan rekomendasi penangguhan penahanan) karena itu berapa kali terjadi insiden, sampai terakhir juga insiden itu bersentuhan fisik dengan teman saya dengan alasan mereka (pegawai Kejari) yang punya rumah (kantor) katanya di sana,” jelasnya.
Sebagai penasihat hukum, ia menyayangkan sikap pihak Kejari Makassar yang dianggap menyampingkan surat rekomendasi UPTD PPA Makassar untuk penangguhan penahanan terhadap kliennya.
“Ini bukan kami yang keluarkan tapi pemerintah, tenaga ahli psikolog yang keluarkan ini buka kami yang mengada-ada,” bebernya.
Tak hanya itu, yang membuat dirinya juga kecewa karena pihak Kejari Makassar karena tetap menahan kliennya hingga anaknya juga masuk dalam sel tahanan Kejari Makassar.
“Kami melihat ini sangat miris karena anak di bawa umur, 5 tahun bisa-bisanya pihak kejaksaan tanpa ada beban, tanpa ada rasa ibah melihat anak itu yang masih berpakaian sekolah di sel bersama ibunya dalam satu jeruji,” sesalnya.
Terpisah, Kasi Intel Kejari Makassar, Andi Alamsyah menampik tudingan penasihat hukum Titania yang mengatakan kliennya ditahan dan dimasukan dalam sel bersama anaknya.
“Peristiwa kemarin, jadi sebenarnya bukan anaknya dimasukkan ke sel. Jadi permintaan salah satu tersangka tersebut kan meminta untuk mau ketemu sama anaknya,” kata Andi Alamsya.
Sebab menurutnya, pihaknya juga tidak bisa mengeluarkan terdakwa dari dalam sel dengan rentan waktu yang lama karena sudah sesuai SOP.
“Karena kalau ada apa-apa, terdakwa melarikan diri siapa mau bertanggungjawab,” tukasnya.
Namun karena rasa kemanusian, pihaknya kemudian mengizinkan terdakwa bertemu dengan anaknya dengan cara pengawal tahan Kejari Makasaar memperbolehkan anaknya masuk (ke dalam sel tahanan).
“Jadi mereka ngobrol, maksudnya ketemu anaknya di dalam situ (sel), kemudian ada kesalahpahaman bahwa menganggap anaknya ikut dimasukkan ke dalam sel, kan tidak seperti itu posisinya,” jelasnya.
Alamsyah juga mengaku, memperlakukan terdakwa bersama anaknya dengan sangat manusiawi bahkan jaksa membelikan anaknya makanan dan yang bersangkutan juga diperlukan dengan baik.
“Yang jadi masalah karena inikan kasus antara dua orang yang ribut, jadi ada dua perkara satu peristiwa yang keduanya merasa dalam posisi yang benar jadi perkara seperti itu kan pasti akan ada ketidak puasan,” imbuhnya.
Terkait dengan insiden keributan dengan pengawal tahanan, kata Alamsyah hanya kesalahpahaman saja.
“Alhamdulillah kemarin langsung selesai tidak ada persolan apa-apa. Jadi ini biasa dinamika perkara itu seperti itu. Kalau ada dua kubu yang saling ribut kan keduanya saling merasa kok ini di istimewakan, kok ini begini jadi kami harus berdiri di tengah-tengah,” tandasnya.
Olehnya itu, pihaknya ingin meluruskan bahwa informasi mengenai anak terdawa ikit di tahan itu sebuah kekeliruan besar, sebab atas dasar kemanusiaan pihaknya mempertemukan terdakwa dengan anaknya.
“Cuman itukan informasi sepotong sepotong itu saya minta tolong untuk diluruskan supaya bisa lebih clear. Jadi bukan hanya mis komunikasi antara pengacara. Jadi sekali lagi permintaan untuk bertemu anaknya itukan permintaan terdakwa,” katanya.
Dia juga mengaku, berapa kali menolak permohonan terdakwa tapi tetap memohon untuk dipertemukan dengan anaknya sehingga kami mengambil kebijakan untuk mempertemukannya.
Tapi, lanjutnya, karena persoalan yang melibatkan dua orang yang saling ribut akhirnya apa yang kami lakukan terhadap salah satu tersangka itu menimbulkan persepsi lain dari tersangka lainnya, jadi kami serba salah.
“Tapi intinya kami sekali lagi sangat paham, kami inikan menangani perkara ini bukan satu dua kali tapi ini sudah hampir tiap hari menangani perkara seperti ini, tidak mungkin kami sebagai penegak hukum memasukkan seorang anak ke dalam tahanan itukan keliru besar,” tuturnya.
Kedua, kata Alamsyah, terkait penanganan perkara kedua yang ribut ini kami selalu berusaha untuk mencari jalan damai artinya pendekatan Restorative Justice (RJ).
“Itu kami lakukan makanya ada hal hal yang mungkin salah persepsi dari pengacara bahkan kemarin itu ada kata-kata makian, kata – kata kasar dari pihak itu, saya Alhamdulillah teman-teman pengawal tahanan tetap profesional tidak menanggapi,” ujarnya.
“Kami dimaki-maki pun kami masih memperlakukan kliennya dengan manusiawi dengan memberikan makan, memberikan es krim dan lain sebagainya. Intinya tidak seperti itu kejadiannya,” tutupnya.
Penulis : Devan
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok