Tolak Aparat Terlibat, Polda Sulsel Didemo Kasus Sengketa Tanah PT Hadji Kalla Vs GMTD
3 min read
Massa mendemo markas Polda Sulsel di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar pada Senin (6/10/2025). (Foto: Istimewa)
Majesty.co.id, Makassar — Markas Polda Sulsel di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, pada Senin (6/10/2025) didemo masyarakat terkait sengketa tanah antara PT Hadji Kalla dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk.
Demo sengketa tanah di kantor Polda Sulsel siang tadi digelar oleh massa Front Rakyat Anti Mafia Agraria (FRAMAG) Kota Makassar. Salah satu ormas yang tergabung adalah Kiwal Garuda Hitam.
Ketua Umum Kiwal Garuda Hitam, Erwin Nurdin mengatakan, mereka menduduki Polda Sulsel terkait sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan PT GMTD Tbk.
Menurut Erwin Abdullah, kehadiran aparat bersenjata di lahan sengketa yang berlokasi di Jalan Metro Tanjung Bunga, merusak prinsip netralitas negara dalam perkara perdata.
“Bila Polda Sulsel tidak segera bersikap tegas dalam waktu 1×24 jam untuk mengosongkan lahan dari oknum bersenjata, maka FRAMAG dan seluruh elemen rakyat siap turun langsung menuntut keadilan. Negara tidak boleh tunduk pada korporasi,” kata Erwin Abdullah saat menyampaikan orasinya.
Soal sengketa tanah Fatimah Kalla vs GMTD, Erwin menyebut, Surat Kantor Pertanahan Kota Makassar tertanggal 29 Februari 2024 menggariskan adanya overlapping atau tumpang tindih sertifikat atas bidang tanah hasil ruislag (tukar guling) tahun 2015.
Kondisi ini, menurut Erwin, menegaskan perlunya klarifikasi resmi dari BPN untuk memastikan keabsahan objek yang menjadi sumber sengketa.
Ada Tentara di Lokasi Sengketa
Hal senada disampaikan Ketua Umum Relawan Jakarta, Nasrun Macja alias Daeng Accunk.
Ia menegaskan bahwa TNI harus ditarik dari lokasi karena tidak memiliki kewenangan dalam urusan perdata.
“Ini ranah hukum sipil, bukan pertahanan negara. Keterlibatan aparat militer di wilayah sengketa adalah pelanggaran terhadap prinsip netralitas TNI,” kata Daeng Accunk.
“Kami mendesak Pangdam XIV Hasanuddin untuk memanggil dan memeriksa semua personel yang terlibat. Jangan jadikan TNI alat tekanan bagi rakyat,” tegas Nasrun.
Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat (Laskar) Illank Radjab menyoroti kelemahan administratif dalam proses tukar guling yang menjadi dasar kepemilikan lahan.
Ia menilai BPN harus segera membuka data secara transparan agar tidak menjadi celah bagi kepentingan tertentu.
“Surat BPN tanggal 29 Februari 2024 sudah cukup menjadi dasar bahwa ada kekeliruan dalam administrasi pertanahan. Sebelum pengadilan memutuskan sah atau tidaknya proses ruislag, tidak boleh ada pihak yang melakukan penguasaan fisik. Ini soal keadilan dan kedaulatan rakyat atas tanah,” jelasnya.
Oleh karena itu, mereka meminta Polda Sulsel segera mengambil tindakan konkret terkait sengketa tanah tersebut.
Jika dalam waktu 1×24 jam tidak ada langkah tegas untuk mengosongkan lahan dari keberadaan aparat bersenjata, maka masyarakat akan menyatakan perang terhadap segala bentuk intervensi bersenjata di tanah sengketa.
“Rakyat hanya menuntut keadilan. Kami menolak segala bentuk intimidasi di atas tanah yang belum memiliki kepastian hukum,” demikian pernyataan sikap massa.
Polda Sulsel belum dapat dimintai keterangan soal demo massa terkait sengketa tanah tersebut.
Selain di Polda Sulsel, massa FRAMAG juga menduduki kantor ATR/BPN Kota Makassar di Jalan Andi Pangerang Pettarani.
Sebelumnya, PT Hadji Kalla melaporkan GMTD Tbk ke polisi atas dugaan penipuan dan penggelapan lahan seluas 4 hektare di Kawasan Tanjung Bunga Makassar.
PT Hadji Kalla mengaku menerima tanah bermasalah dari hasil kesepakatan tukar-menukar lahan.