Guru Lecehkan Murid SD, KNPI Makassar Soroti Lemahnya Perlindungan Anak
3 min read
Ketua Bidang Pendidikan dan Literasi KNPI Kota Makassar, Sofyan Basri. (Foto: Istimewa)
Majesty.co.id, Makassar — Dunia pendidikan di Kota Makassar terguncang oleh kasus dugaan kekerasan seksual seorang guru terhadap siswi sekolah dasar. KNPI sebagai organisasi pemuda mengecam perilaku tersebut.
Oknum guru berinisial IPT (32) diduga berulang kali melecehkan siswinya dengan modus les privat, hingga ditangkap polisi pada akhir September 2025.
Ketua Bidang Pendidikan dan Literasi Pemuda KNPI Kota Makassar, Sofyan Basri mengatakan, dugaan pelecehan seksual terhadap murid SD memperlihatkan lemahnya sistem perlindungan anak di lingkungan sekolah.
Rentetan kasus serupa sebelumnya menunjukkan belum optimalnya mekanisme pencegahan, pelaporan dan penanganan kekerasan di tingkat satuan pendidikan.
Sofyan menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan untuk segera berbenah.
“Tidak boleh ada toleransi sedikit pun bagi guru atau pendidik yang menyalahgunakan kepercayaan untuk kepentingan predatorik. Sekolah harus menjadi ruang aman, bukan ruang ancaman bagi anak,” ujar Sofyan dalam keterangannya, Sabtu (4/10/2025).
Ia menambahkan, kasus ini menegaskan pentingnya implementasi nyata dari kebijakan nasional tentang pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Pemerintah melalui Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 telah mewajibkan setiap sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang bertugas menerima laporan, melakukan investigasi dan memberikan perlindungan bagi korban.
“Permendikbudristek Nomor 46 itu bukan sekadar dokumen administratif. Itu adalah komitmen moral dan hukum untuk melindungi anak dari kekerasan berbasis kuasa,” kata Sofyan.
Dosen Program Studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar ini menilai, masih banyak sekolah di daerah yang belum memahami sepenuhnya substansi aturan tersebut.
“Dinas Pendidikan dan stakeholder terkait harus bersinergi dalam memperkuat pencegahan kekerasan seksual, baik melalui pelatihan maupun kurikulum yang lebih empatik,” jelasnya.
Perlu Budaya Baru di Sekolah
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pendidikan moral dan etika profesi guru harus diperkuat bersamaan dengan pembenahan sistem kelembagaan.
Sekolah tidak cukup hanya memiliki regulasi tertulis, tetapi juga perlu menumbuhkan budaya yang menolak segala bentuk kekerasan dan pelecehan.
“Pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tapi juga pembentukan nilai kemanusiaan. Guru harus sadar sebagai pemegang amanah sosial, bukan kekuasaan atas tubuh dan perasaan siswa,” tegasnya.
Ia juga mengajak organisasi pemuda, lembaga sosial, dan komunitas mahasiswa untuk aktif berpartisipasi dalam sosialisasi anti-kekerasan di sekolah.
“Kita perlu kolaborasi lintas sektor agar sekolah benar-benar menjadi tempat yang mendidik, bukan menakutkan,” ujarnya.
Keadilan untuk Korban
Selain memastikan proses hukum berjalan, Sofyan menekankan pentingnya pemulihan psikologis korban.
Ia mengingatkan agar korban tidak kembali menjadi sasaran stigma di lingkungan sekolah maupun sosial.
“Pemulihan korban harus menjadi prioritas utama. Jangan biarkan mereka menjadi korban dua kali, pertama oleh pelaku, kedua oleh lingkungan yang abai,” kata Sofyan.
Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan harus menolak budaya diam dan membangun sistem pelaporan yang aman, rahasia, serta berpihak pada korban.
“Setiap anak berhak belajar tanpa takut. Tugas kita semua memastikan hal itu terjadi,” pungkasnya.