Tenun Kajang Menuju Perlindungan Indikasi Geografis Kemenkumham
3 min read
Proses pembutan Tenun Kajang atau Tope Le’leng di kawasan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba. (Foto: Humas Kemenkumham Sulsel)
Majesty.co.id, Bulukumba – Kain tenun hitam khas masyarakat adat Kajang, yang dikenal dengan nama Tope Le’leng, kini selangkah lebih dekat mendapatkan perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis (IG).
Upaya ini menjadi langkah strategis untuk menjaga warisan budaya sekaligus membuka peluang ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat adat Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Sulsel telah melakukan kunjungan langsung ke kawasan adat Kajang Ammatoa.
Kunjungan itu untuk mendampingi proses penyempurnaan dokumen pendaftaran IG yang saat ini tengah dalam tahap revisi.
“Tenun Kajang bukan sekadar kain. Ini adalah warisan leluhur yang menyimpan nilai budaya sekaligus potensi ekonomi luar biasa bagi masyarakat adat,” ujar Kepala Kanwil Kemenkumham Sulsel, Andi Basmal, dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5/2025).
Permohonan pendaftaran IG diajukan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tenun Kajang (MPIG TK).
Setelah dokumen disempurnakan, berkas akan diserahkan kembali ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual untuk proses lebih lanjut.
Dalam kunjungan tersebut, Andi Basmal menyaksikan langsung proses pembuatan kain yang memerlukan waktu 7 hingga 10 hari per lembar.
Basmal menegaskan pentingnya pendampingan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing produk lokal.
“Satu lembar kain saat ini dihargai antara Rp700.000 hingga Rp1,2 juta tergantung kerumitan motif. Dengan perlindungan IG, nilai ekonomisnya bisa jauh lebih tinggi,” jelasnya.
Keunikan Tenun Kajang terletak pada proses produksi yang sepenuhnya alami.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kemenkum Sulsel, Demson Marihot, menyebutkan bahwa pewarna hitam khas kain ini berasal dari daun tarum, tanpa campuran bahan kimia.
Bahkan benang Tenun Kajang berasal dari kapas murni, yang dalam bahasa lokal disebut katum.
Kunjungan tersebut juga menghasilkan sejumlah rekomendasi, di antaranya mendorong MPIG untuk bekerja sama dengan masyarakat adat dalam menambah alat produksi serta membangun workshop khusus.
Langkah ini dinilai penting agar para penenun dapat bekerja lebih fokus dan produktif.
“Kami berharap Tenun Kajang tidak hanya menjadi kebanggaan Bulukumba, tapi juga dikenal luas sebagai warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” tutup Andi Basmal.
Turut hadir dalam kunjungan ini Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Heny Widyawati, Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Andi Haris, Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum (AHU) Muhammad Tahir, jajaran fungsional Kanwil Kemenkumham Sulsel, serta pengurus MPIG Kecamatan Kajang.
Sebagai informasi, Tenun Kajang atau Tope Le’leng merupakan kain tenun berwarna hitam khas masyarakat adat Kajang Ammatoa yang memiliki nilai filosofis mendalam.
Kain ini digunakan dalam berbagai ritual penting dan dibuat dengan teknik tradisional serta bahan alami yang diwariskan secara turun-temurun.
Temukan konten menarik lainnya, follow Tiktok